Di Sinyalir Ada Pungli, Puluhan Mahasiswa Demo Depan Untad
Palu, Respublica, Maraknya saat ini ditingkatan Universitas di beberapa daerah
yang ada di Indonesia mahasiswa membangun gerakan meprotes sekaligus
mempertanyakan soal UKT dan Pungutan Liar (Pungli) di bebankan terhadap
mahasiswa baru(MABA).
Tadi pagi
pukul 09.00 wita(16/09/2016) beberapa elemen Oranisasi Fron Perjuangan Pemuda
Indonesia(FPPI), Front Mahasiswa Nasional(FMN),LMND,HMI
Komisariat Hukum Untad,HIMAFI MIPA Untad,Kominitas pemuda intelektual
(KOPI),IMKB MATRA, Universitas Alkhairat (UNISA), Institut Agama Islam Negeri(IAIN)
dan STIE yanga tergabung dalam “aliansi peduli pendidikan” mimbar bebas depan Universitas
Tadulako untuk mengkampanyekan serta menolak penarapan UKT di kampus tersebut,
dalam orasinya IBNU selaku korlap menyampaikan bahwa masaalah UKT bukan hanya
saja masaalah sekelompok mahasiswa saja namun menjadi persolaan kita bersama,
dan semestinya kita sudah peka dengan situasi seperti itu dimana pendidikan
tidak lagi berpihak pada rakyat melainkan kepada pemodal ujarnya.
Hal inilah kemudian yang menjadi pertatanyaan seharusnya
pendidikan itu memanusiakan manusia, tapi faktanya yang terjadi tidaklah pada
esensinya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan keberadaan lembaga perguruan
tinggi yang saat ini hanya membalut kesadaran mahasiswa dengan kepentingangan
pemilik modal (kapitalisme International)
kampus dewasa ini yang sering kita interprestasikan sebagai lembaga pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada rakyat ternyata telah berubah wajah menjadi
lembaga yang birokratis dan berorientasi industry pasar.
Berbagai regulasi dan kebijakan yang diciptakan oleh
kemenentrian riset, teknologi, dan pendidikan Tinggi (Kemenrisdikti) sebagai
kepanjangan tangan dari penguasah (pemerintah) yang untuk melanggengkan
kepentingan hegemonisasi dan komersialisasi kapitalisme di bidang pendidikan
kita. Salah satu contoh kontriknya adalah Undang-Undang PT No 12 tahun 2012 dan
Permenristekdikti No 39 tahun 2016. Ini semua merupakan prodak dan bentuk
kebijakan yang membelok kesadaran kritis, analitis dan progresif kita terhadap
eksistensi real sosial .sehingga cita-cita pendidikan yang sudah lama didengungkan
untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa kini hanyalah sebatas utopis belaka
dan jauh dari esensi yang sesungguhnya yaitu menciiptakan pendidikan ilmiah,
demokratis dan mengabdi kepada rakyat
Sejak wacana reformasi pendidikan tinggi (Higher education reform) wacana yang
ditawarkan lembaga internasional seperti WTO dan Bank Dunia menjadi
rujukan banyak Negara termaksud
Indonesia yang mengubah tanggung jawab Negara terhadap perguruan Tinggi dan
menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Hal ini lah yang menimbulkan
kesenjangan sosial didalam dunia pendidikan kita karena Negara tidak mau lagi bertanggung
jawab atas pemberian subsidi pendidikan tinggi terhadap anak banggsa. Kondisi
kampus saat ini di dominasi oleh praktek-praktek kapitalistik dan privatisasi
lihat saja seperti kebijakan kenaikan SPP, setiap tahun Uang Kuliah Tunggal
(UKT) semakin melonjak tinggi ditambah lagi pungli (pungutan liar) oleh
birokrasi kampus yang mengakibatkan masyarakat miskin sangat terbebani
mengenyam pendidikan tinggi
Kampus universitas tadulako mungkin yang terbesik dan
terlintas pada diri kawan-kawan adalah kampus yang eliet dan begitu besar di
Sulawesi tengah. Hinggah kawan-kawan enggang untuk mencari tahu bentuk
penyimpanan-penyimpanan didalamnya. Ataukah mungkin kawan-kawan terlalu bangga
menjadi mahasiswa untad hingga kawan-kawan terninah bobohkan oleh situasi yang
mengkerdilkan idealisme kritis kita yang katanya sebagai agent of change Selain
itu hal yang paling urgen untuk kita bicarakan bersama adalah masaalah besaran
Ketentuan UKT yang tiba-tiba dinaikan menjadi Rp 1650.000 untuk non eksata, dan
Rp 1798.000 untuk eksata. Ini cukup memberatkan bagi mahasiswa kelas ekonomi
menengah kebawah. Padahal kalau kita mau merujuk permenristekdikti No 39 Tahun
2016 pasal 6 menjelaskan bahwa uang kulia tunggal yang selanjutnya disingkat
UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung mahasiswa berdasarkan kemampuan
ekonominya.
Contoh kasus diatas hanyalah bagian kecil dari masaalah
pendidikan yang kita hadapi saat ini, karena pada dasarnya bukan hanya masaalah
perjuangan melawan pungli, mahalnya SPP dan masaalah terpenuhinnya fasilitas
penunjang. Tapi hal yang paling fundamental untuk kita perjuangkan bersama
adalah masaalah melawan bentuk komersialisasi Perguruan tinggi dan UKT yang
mamberatkan saudara-saudara kita Untuk mengenyam pendidikan tinggi.(ichal)
Comments
Post a Comment