Sepenggal Kisah Perjuangan Aliansi Peduli Opa Sul-Bar

Foto : foto bersama aliansi
setelah selesai aksi
Gerakan Mahasiswa Sulbar dalam aliansi peduli opa sulbar pada tanggal 17/05/17 di lampu merah Jln. Juanda, Jln. Sigma, Jln. veteran dan Jln. Muh. Yamin melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu Opa yang tingal di Dusun Kavuyu Tua, Desa Martasari Kec. Pedongga Kab. Mamuju Utara.

Muh. Akbar Firman selaku Kordinator Aksi memimpin langsung aksi tersebut yang di mulai pada pukul 17:00 wita hingga berakhir pada pukul 19:30 wita. Dalam aksi tersebut Akbar selaku Korlap mengintruksikan kepada ketua organisasi yang tergabung yaitu Lembaga Pelajar Mahasiswa Mamuju Utara (LPM MATRA) Himpunan Pelajar Mahasiswa Mamuju (HPM MAJU) dan Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Mamuju Tengah ( HPPM MATENG) agar mengawal dan bertanggungjawab terhadap anggotanya agar aksi ini simpatik dan berjalan dengan baik tanpa ada hambatan apapun.

Hingga pada akhir dari aksi penggalangan dana, semua masa aksi kembali ke Sekret LPM MATRA Jln. Untad 1 Btn Bumi Roviga untuk menghitung hasil dari aksi aliansi. "Alhamdulillah, kerja keras teman-teman sangat memuaskan karena kita aksi 2 jam saja sudah dapat Rp. 4.779.000" kata akbar pada Respublica,  senin 22/05/17.

Foto : saat penghitungan hasil
aksi penggalangan dana
Setelah aksi penggalangan dana kelompok aliansi ini kembali bermusyarah yaitu, kembali membahas waktu keberangkatan, bentuk subangan dan perwakilan tiap lembaga yang akan ke Matra ke lokasi dimana Opa dan ayahnya bertempat tinggal. Akhirnya di sepakatilah pada tanggal 20/05/17  ke matra dan kumpul di Sekret HPPM MATENG pada pukul 08:00 wita

Pada pukul 12:00 wita perwakilan tiap Lembaga tiba di Matra, Kota Pasangkayu dan istirahat di Warkop ADS Jln. Trans Palu-mamuju sembari diskusi mekanisme selanjutnya sebelum melakukan survei ke lokasi. Pada pukul 15:12 wita kembali melanjutkan perjalanan menuju Desa Martasari Dusun Kavuyu Tua.
Foto : saat dalam perjalanan
menuju rumah Opa
Meskipun dalam keadaan hujan deras kami tetap melanjutkan perjalan menuju lokasi dimana opa tinggal. Sebelum kerumah Opa kami bertemu dulu dengan kepala desa dan meminta agar bisa mengantar kami kerumah opa yang juga adalah warga dari desa tersebut" Katanya lagi 

Karena kendaran tidak bisa masuk di sebabkan kondisi jalan yang sangat licin, tanah yang basah dan becek apa tak lagi masih gerimis maka kami melanjutkan dengan berjalan kaki di sela-sela pohon sawit yang berjejer rapih menuju rumah opa. kurang lebih 1 km berjalan kaki Pada pukul 16:30 wita kami tiba di rumah opa.

Foto : ketika berjalan kaki
menuju rumah Opa
Bersama dengan kepala desa kami bertemu ayah dan opa di rumah yang ia tinggali sudah belasan tahun terakhir. Rumah kumuh, berdinding terpal lusuh, robek beratapkan rumbia dan bertiangkan kayu yang sudah lapuk berdiri kokoh di bentaran sungai. Derasnya arus sungai Pedongga bagaikan badai tiap hari yang mengikis tanah pinggiran sungai. Sedikit demi sedikit arusnya menghanyutkan tanah, sesekali tatkala hujan deras dari arah timur melanda sungai meluap sampai di kolom-kolom rumah layaknya seperti bentangan laut yang luas tanpa ada pemukiman di sekitarnya. Begitulah ungkapan untuk sekedar menggarkan kondisi di daerah tersebut dimana Opa dan rumah opa yang kurang lebih 3 meter dari pinggiran sungai. 

Foto : Saat survei langdung dengan
 kepala desa dan ayah Opa
Setelah survei dan telah berbincang dengan ayahnya Opa juga sudah melihat langusung kondisinya maka kami pamit pulang dan akan kembali esok harinya."Hujan belum redah" kami bergumam

Pagi yang cerah, rasa ngantuk masih menguasai mungkin karena sebagian kami tidur larut malam. Satu persatu bangun dari temapat tidur suasana disekitar masih ramai, oh iya ternyata semalam ada pesta pernikahan keluarga Akbar dan kami bermalan di rumahnya. Ada KOPI??, baunya sangat menyengat sungguh pagi yang indah, seperti mimpi dan lamunan para suami ketika sang istri menjamu di padi hari.

Foto : saat ngopi bareng dan
bercengkrama

Kopi di sungguhkan, rasa nikmat merajai hati dan fikiran para penikmat pagi. Rasa nikmat di tambah lagi dengan se dan kami kumpul lagi membahas  persiapan, kebutuhan dan lainnya. Kebetulan hari itu adalah hari minggu Pasar Tikke maka kami bersepakat untuk tidak lagi ke pasangkayu untuk belanja kebutuhan yang akan kita berikan pada Opa. 

Rasa nikmat bertambah lagi dengan semangat dan senyuman para insan yang telah mengorbankan waktu, tenaga bahkan materinya untuk ikut dalam aksi kemanusiaan ini. "Tak ada perjuangan yang sia-sia, yang ada ialah menyia-nyiakan perjuangan dan berhenti di tengah jalan. Ini adalah proses, dan memahami dari setiap proses sebagai intropeksi, pengetahuan baru dan pengalaman berharga" begitulah kami menyebutnya.

Setelah semua bergegas pada pukul 10:00 wita akhirnya kami melanjutkan aktifitas menuju Pasar Tikke tepatnya berada di Kec. Tikke Raya  yang kurang lebih 30 kilo meter dari desa lariang. Canda tawa mengarungi dari setiap perjalanan, semua begitu akrab seperti mengenal sudah lama hingga tak sungkan sedikitkpun. Bukan karena umur, bukan karena suku, bukan pula karena kita satu daerah, melainkan ini adalah kita semua bersaudara dalam bingkai kehidupan sehingga pertemanan persahabatan tumbuh seketika tampa timbang-menimbang. Bineka tungal ika, berbeda-beda tapi satu. Seperti itulah ungkapannya kita yang ber-Pancasila di indonesia yang meyakini perbedaan bukan permusuhan.

Foto : tampak ketua Lpm Matra,
 saat dalam perjalanan menuju pasar tikke
Pasar begitu ramai, masyarakat yang datang dari segala pencuru datang belanja meramaikan pasar ini. Kamipun bergegas mencari apa yang kami butuhkan. Masuk di setiap lorong pasar dengan langkah yang lambat dan sorotan mata yang tajam akan di sekitar. Tempat demi tempat kami singgahi dan sesekali tidak segan untuk menawar harga" tidak bisa kurang lagi pak??" Kasmini dan Indah menawar harga.

Semua sudah selesai, barang yang di butuhkan sudah tersedia. Kini waktunya melanjutkan perjalanan menuju rumah Opa dan membawa apa yang kami beli untuk kebutuhan Opa dan ayahnya. 

Foto : tampak saat belanja
 untuk kebutuhan opa
Hujan mulai turun lagi, perjalananpun tak terhenti. Rintiknya yang berlahan-lahan pembasahi segalanya. Kami tak surut, semangat terus menggema tak sabar ingin bertemu Opa dan memberikan apa yang kami sunggukan saat ini. Canda tawa kembali mewarnai suasana, sesekali kami bernyanyi untuk sekedar menghibur diri.
Hujan makin deras, sementara perjalan masih cukup jauh.
Foto : saat hendak melanjutkan
perjalanan menuju rumah opa
Mobil terhenti, ternyata sudah sampai dan mobilpun di parkir dengan baik dan mesinnya di matikan. Kami bergegas turun lanjut dengan berjalan kaki dengan membawa barang yang kami beli. Satu persatu mengambil bagian untuk di bawa dan langkahpun di mulai. Langkah demi langkah melintasi jalan yang amat licin membuat kita untuk berhati-hati melaluinya. "Sedikit lagi kita akan tiba di rumah opa"guman dalam hati

Foto : tampak saat sedang mengambil barang
 masing-masing dan membawanya kerumah Opa
Perjalanan membuahkan hasil, akhirnya kami tiba lagi dirumahnya opa. Kami di sambut dengan senyum Opa kecil berumur 12 tahun seperti tak ada beban dalam hatinya. Tak ada ayahnya, ternya ia mermain dengan alam, melawan arus sungai dengan perahu yang di nahkodainya. Ternyata ayahnya melansir buah sawit milik tuannya dan di bawa dekat dengan tumahnya. Ia, ayahnya seorang buruh tani yang tinggal di lokasi tanah milik tuannya.

Barang bawaan di kumpul teras rumah opa, kami duduk berhamburan untuk sekedar melepas lelah. Asap rokok bermain-main di udara sedikit menghilangkan rasa lelah, nafas naik turun mata tertuju pada objek di depan, ada sungai dan rumah Opa yang kumuh. Sementara itu wanita tangguh dari matra dan mamuju (kasmini dan indah)sibuk dengan barang kami beli,mereka mengaturnya.
Foto : saat tiba dirumah Opa
tampak kelompok aliansi sedang istirahat

Waktu terus berlalu, barang yang kami bawa telah kami berikan pada opa dan ayahnya. Tidak lupa juga kami memberikan ala kadarnya pada warga yang ada di sekitar umah opa yang juga layak di bantu. Ucapan terimah kasih tidak ada hentinya keluar dari warga sekitar terlebih ayah Opa sangat berterima kasih ada mahasiswa yang mau memantunya. "Kami sangat bersyukur atas bantuan mahasiswa yang masih mau memperhatikan kami yang di pelosok ini. Semoga dengan adanya bantuan dari mahasiswa ini dapat menyadarkan para pemerintah desa dan kabupaten agar melihat dan memperhatikan masyarakat yang ada di pelosok seperti kami ini" kata ayah Opa dengan bibir yang gemetar

Foto : indah saat memberikan bantuan
ke pada ayah opa 
Opa si mungil kecil sangat senang dengan baju barunya. Kegembiraan itu di aplikasikannya dengan senyum dan gerak seakan malu-malu. Tepat ia duduk di atas kasur barunya yang kami berikan, warnanya yang indah dan bau harun toko menyengat. Hanya sesekali Opa dapat berbicara mengungkapkan rasa senangnya" ia, senang. Ia, suka" jawab Opa saat di tanya

Foto : terlihat Opa diatas kasur barunya
beserta baju baru yang di belikan
Hari semakin sore, kabut hitam belum juga surut. Kami sudah selesai, kamipun senang telah berbuat. Mungkin apa yang kami berikan belum mampu menjawab masalah Opa dan ayahnya bahkan pada masyarakat sekitar. Kami berharap apa yang kami lakukan dapat bermanfaat bagi ummat, bagi sesama. Karean sejatinya manusia bermanfaat bagi manusia lainnya. Semoga niat ini terbalas dengan adanya perhatian pemerintah setempat, desa maupun penkap kabupaten agar peduli tarhadap masyarakatnya karena pada dasarnya ini adalah tangungjawab pemerintah. Begitulah harapan kami dari Aliansi Peduli Opa. Gerakan Mahasiswa Sulbar Menuntut tanggungjawab.

Foto : saat foto bersama warga dan
 aliansi peduli Opa
Kami pamit pergi dan kembali ke palu. Harapan kami sendiri kita internal aliansi tetap solid dan tetap menjaga persatuan dan persaudaraan. Tetap jaga komunikasi mari sama-sama lagi dalam bentuk gerakan apapun. Salam perjuangan.
Salam sejahtera untuk kita
Tuhan selalu bersama ummat yang mau berjuang kebenaran.

Hujan masih deras, kami terus berjalan.


Di susun oleh :
Oleh : Tasrun

Comments

Popular Posts